Perda zakat, Perda miras, wajib jilbab dan ngaji. Idiom agama menjadi seksi secara politik.
Guru To’i : Pancasila Harus Terus Dijaga Sebagai Pemersatu Bangsa.
MATARAM – LF | Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Provinsi Nusa Tenggara Barat yang juga Sekretaris Wilayah DPW PKB NTB, Akhdiansyah mengemukakan, keberadaan Pancasila harus terus dijaga dan dipertahankan sebagai pemersatu bangsa.
Hal tersebut dikemukakan Akhdiansyah ketika menjadi pembicara diskusi aspek hukum pelarangan gerakan khilafah anti Pancasila di aula kampus Universitas Nahdlatul Ulama (UNU), Rabu (2/10/2019).
“Sebagai Idiologi bangsa yang terbukti telah mempersatukan banyak perbedaan dan keberagaman bangsa Indonesia, menjadi tanggungjawab bersama untuk terus menjaga Pancasila dari ancaman Idiologi lain” kata mantan aktivis Lembaga Studi Kemanusiaan (LeNSA) tersebut.
Dikatakan, sejak era reformasi dengan terbukanya kran kebebasan banyak Idiologi bisa berkembang bebas dengan mengatasnamakan demokrasi, termasuk faham khilafah sebagai Idiologi yang hendak menggantikan Idiologi pancasila sebagai Idiologi bangsa.
Gerakan tersebut bahkan makin masif semenjak era reformasi, dengan dibukannya kran kebebasan demokrasi dan sekarang merupakan akumulasi. Kebijaka sejumlah kepala daerah mengeluarka perda, seperti
Perda zakat, Perda miras, wajib jilbab dan ngaji. Idiom agama menjadi seksi secara politik.
Perda zakat, Perda miras, wajib jilbab dan ngaji. Idiom agama menjadi seksi secara politik.
“Faham dan idiologi yang bertentangan dengan Pancasila, termasuk faham khilafah bahkan sudah menguasai institusi pendidikan, sejak kecil sudah ditanam terkait pemahaman khilafah termasuk lingkungan perguruan tinggi” katanya.
Penyebaran faham tersebut bahkan cukup sistematis. Dalam konteks sosialogi agaman, ada romantisme histori yang hendak dibangun kembali kelompok – kelompok Islam radikal, padahal itu ilusi, dalam catatan sejarah khilafah tidak ada yang berhasil
Akhdiansyah menjelaskan, untuk melawan Idiologi tersebut, penguatan pendidikan wawasan kebangsaan, masalah ekonomi dan penguatan identitas kebudayaan sebagai jati diri bangsa Indonesia juga meski diperkuat.
“Saya kira gerakan yang dilakukan UNU sangat baik dan bagus, bukan soal suka dan tidak suka, tapi menyangkut soal komitmen kebangsaan dan langkah tersebut meski bisa ditiru perguruan tinggi lain di Indonesia” katanya
Sementara itu, Kepala Kesatuan Bangsa Politik Dalam Negeri (Kesbangpoldagri), H.L. Syafi’i mengatakan, faham khilafah sekarang telah memasuki berbagai lini dan meracuni fikiran masyarakat terutama di lingkungan pendidikan, salah satunya faham khilafah yang dibawa HTI.
Menyebarkan permunian Islam, tapi justru membangun eksklusifitas beragama di tengah keberagaman bangsa Indonesia. Padahal seluruh pendiri bangsa dan ulama mengakomodir keberagaman, sehingga lahirlah Pancasila
“Dalam konteks inilah, Indonesia berayariah tidak tepat, kalau melihat setiap sila Pancasila tidak ada satupun yang bertentangan dengan agama manapun dan seharusnya dengan beragama bisa menghargai keberagaman, persaudaraan dan kemanusiaan” katanya.
Dikatakan, meski kelompok ormas Islam seperti HTI yang mengusung faham khilafah secara kelembagaan telah dibubarkan, tapi tidak ada jaminan faham akan tetap jalan dan bertransformasi melalui organisasi lain yang bergerak di kampus
Karena itulah Perguruan Tinggi termasuk UNU NTB diharapkan bisa menjadi terdepan melawan faham radikalisme, baik melalui kurikulum pembelajaran diajarkan kepada mahasiswa, maupun aturan diberlakukan.
www.lombokfokus.com