Mataram, LF – Indonesia tercatat sebagai salah satu negara yang berhasil mengurangi angka buta huruf Data United Nation Devloment Programe (UNDP) tahun 2014 mencatat bahwa tingkat melek huruf masyarakat Indonesia mencapai 92,8% untuk kelompok dewasa, dan 98,8 % untuk kategori remaja. Dalam data UNDP tahun 2014 ini membuktikan bahwa Indonesia sudah lewat tahapan krisis literasi dalam pengertian kemelek hurufan.
Walaupun seperti demikian, saat ini tantangan yang sedang dihadapi adalah rendahnya minat baca Penduduk Indonesia memiliki kemampuan literasi yang sangat rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain.
Pada tahun 2012 Indonesia berada di posisi ke 64 dari 65 negara peserta PISA (Program for International Student Assessment). Pada tahun 2016 Indonesia berada di peringkat 60 satu tingkat di atas Bostwana.
Beberapa waktu lalu Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip NTB, Dr. H. Manggaukang Raba, MM. mengungkapkan, tingkat minat baca di daerah ini sangat rendah. Secara nasional, NTB berada pada peringkat 31 dari 34 provinsi di Indonesia.
Hadi Wijaya, M.Pd selaku Ketua Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Fakultas Pendidikan, Universitas Nahdlatul Ulama, sekaligus sebagai Pembina Muda Mengajar Lombok Menungkapkan turut prihatin dengan tingkat literasi di NTB yang sangat rendah.
” GLS ini sejatinya telah berjalan 4 tahun namun gaung pelaksanaannya di NTB amat jarang terdengar, hal ini mungkin disebabkan oleh tidak tersosialisaikannya program ini dengan baik, sehingga tidak banyak sekolah yang semarak melaksanakannya dan tidak banyak guru yang meningkatkan kapasitas dirinya dalam literasi” Ungkapnya.
Berdasarkan Permendikbud RI Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. GLS menjadi kegiatan wajib yang dilakukan oleh peserta didik untuk membaca buku non-pelajaran setiap hari sebelum pembelajaran.
GLS mungkin bagi sebagian orang yang awam belum mengetahui apa itu GLS. GLS merupakan singkatan dari Gerakan Literasi Sekolah. GLS hadir karena keinginan Pemerintah yang ingin meningkatkan minat baca siswa di seluruh Indonesia.
Gerakan Literasi Sekolah (GLS) harus dikembangkan di sekolah baik pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar maupun pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah. Agar lebih efisien, sebaiknya GLS dilaksanakan dengan tiga tahapan, yakni :
(1). Penumbuhan minat baca melalui kegiatan 15 menit membaca buku non-pelajaran.
(2). Meningkatkan kemampuan literasi melalui kegiatan menanggapi buku pengayaan.
(3). Meningkatkan kemampuan literasi di semua mata pelajaran.
Jika ketiga tahapan ini terlaksana dengan baik, niscaya kemauan membaca siswa meningkat.
Hadi Wijaya juga mengharapkan perhatian lebih dari pemerintah provinsi dalam hal peningkatan minat baca di NTB.
“PR besar pemerintah Provinsi NTB dalam mengoptimalkan Gerakan Literasi, mulai dari gerakan literasi Keluarga, Gerakan Literasi Sekolah dan Gerakan Literasi nasional, gerakan literasi ini diharapkan dapat menunjang Pendidikan Budi pekerti (Penguatan Pendidikan Karakter)” Tambahnya.
“Untuk itu diharapkan kepada Pemerintah Provinsi NTB untuk memprioritaskan Gerakan Literasi ini sebagai program unggulan NTB, melihat posisi IPM NTB yang selama ini stagnan pada level terendah di Indonesia” Pungkasnya.