Hukum  

PMI NTB bantah punya utang Rp1,7 miliar, Ketua LIDIK dipolisikan

Wakil Ketua Bidang Penanggulangan Bencana Palang Merah Indonesia (PMI) Provinsi NTB Hasan As'ari, SH., MH., saat menggelar konferensi pers di Mataram

Mataram (Detikntbcom) – Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Provinsi NTB Ridwan Hidayat melalui Wakil Ketua Bidang Penanggulangan Bencana PMI NTB, Hasan As’ari, SH., MH., mengaku telah melaporkan Ketua Umum LIDIK NTB, Sahbudin, ke Reskrimum Polda NTB pada Senin siang kemarin, 04 Oktober 2021.

“Langkah kami, menempuh jalur hukum, melaporkan saudara Sahbudin, Ketua LIDIK NTB ke Reskrimum Polda NTB, kemarin siang 04 Oktober 2021, atas dugaan fitnah dengan narasi-narasi yang memojokkan PMI NTB. Langkah hukum ini sedang berjalan, berproses sebagai bentuk tanggungjawab secara yuridis formal agar terang benderang,” kata pria yang juga merupakan Dosen Hukum Universitas Mataram (Unram) ini saat menggelar konferensi pers dengan sejumlah wartawan, Selasa (05/10) di Mataram.

gambar Iklan

Ditegaskannya, PMI NTB tidak pernah membuat kontrak kerjasama pengerjaan sumur bor dengan pihak rekanan sebagaimana yang dituduhkan oleh LIDIK NTB.

“Pada prinsipnya tidak pernah ada kontrak terkait dengan pengeboran sumur bor seperti yang dilansir oleh kawan-kawan dari LIDIK NTB. Jadi atas kekisruhan atau atas kesimpangsiuran maka kami memberikan klarifikasi untuk memperjelas, untuk mempertegas duduk persoalan, legal standing dari masing-masing pihak. Kami dari PMI Provinsi NTB berkewajiban memberikan konfirmasi klarifikasi atas persoalan ini. Sekali lagi kami tegaskan bahwa tidak pernah ada kontrak pengeboran sumur bor,” ujarnya menepis tudingan LIDIK NTB.

Dijelaskannya, selama ini PMI NTB selalu mengedepankan prinsip-prinsip clean government dalam pelaksanaan roda organisasi. Good Corporate Goverment, menurutnya, menjadi asas tertinggi yang dianut pihaknya dalam menjalankan roda organisasi.

“Asas-asas umum pemerintahan yang baik, norma-norma, diskresi kami jalankan sepenuhnya sesuai dengan hukum positif yang berlaku di Negara kita. Jadi ini momentum yang sangat penting dan bersejarah bahwa tidak gampang melakukan, membangun opini, tidak gampang melakukan character assassination hanya dengan alasan-alasan yang tidak yuridis dan tidak populis,” tegasnya lagi.

Saat ditanya wartawan menyangkut keberadaan Surat Perjanjian Kerja (SPK) tentang Pembangunan 10 titik Sumur Bor di Lombok Barat dan Lombok Tengah dengan nilai total sebesar Rp1,7 Milyar dengan Nomor 029/03.02.00/PPJ/IX/2019 tertanggal 17 September 2019 antara PPK PMI Provinsi NTB atas nama HM Abu Arif Aini dan Lalu Muh.Jayadi selaku Direktur CV Jaya Steel di notaris Halim Nataatmadja, pihaknya menegaskan bahwa kontrak tersebut merupakan kontrak sepihak.

“Kontrak tersebut adalah kontrak abal-abal alias bodong. Saya bisa menggugat kerugian perdata atas keberadaan SPK tersebut. PMI NTB tidak pernah membuat SPK dengan perusahaan manapun. Tidak pernah ada PPK terkait program pengeboran sumur bor. Beliau (HM Abu Arif Aini, red.) pernah kita tunjuk sebagai PPK pada program lain, kalau tidak salah PPK Program Meubelair dan SK itu sudah dicabut. Kami tegaskan SPK yang beredar itu bodong. Dan HM Abu Arif ini bukan pengurus PMI,” cetusnya.

Alasan pihak PMI NTB meresmikan proyek sumur bor tersebut didasari oleh karena alasan kemanusiaan karena sudah terbangun, maka pihaknya mengaku PMI NTB mencoba mencarikan solusi yakni dengan meminta bantuan PMI Pusat.

“Tapi PMI Pusat mengatakan tidak memiliki ketersediaan anggaran untuk membantu sumur bor tersebut dan menyerahkannya pada PMI NTB,” terangnya. (Iba)