Nilai abaikan kesepakatan adendum, PT GTI ancam gugat Pemprov hingga raih kepastian hukum

Gubernur NTB Zulkieflimansyah didampingi Wagub Sitti Rohmi Djalilah memperlihatkan penandatanganan kesepakatan adendum dengan PT GTI yang diteken langsung Direkturnya Winoto disaksikan Kepala Kejaksaan Tinggi Tomo Sitepu, pada (10/6) di kantor Kejati NTB di Mataram

Mataram (Detikntbcom) – PT Gili Trawangan Indah (GTI) sebagai investor legal dan selalu terbuka kesepakatan bersama yang memuat pokok-pokok adendum antara GTI dengan Pemprov NTB pada tanggal 10 Juni 2021 yang lalu menilai kesepakatan tersebut ironis, karena adendum itu belum dijalankan bersama namun sudah mengambil sikap untuk memutus sepihak.

Hal itu disampaikan PT GTI melalui kuasa hukumnya Pieter Talaway SH.,CN.,NBA dari kantor Advokat Surabaya seperti siaran pers, pada (4/11) siang diterima media ini di Mataram.

Baca juga: Kontrak pengelolaan aset Pemprov dengan GTI sepakat diperbaharui

Pieter menilai sikap Satgas yang terburu-buru mengambil keputusan pemutusan kerjasama tanpa mengakomodasi pendapat dan hak GTI yang tertuang dalam hasil rapat pertama ternyata tidak pernah direalisasikan.

“Artinya putusan Satgas hanyalah skenario belaka untuk mendukung Pemprov yang sudah berniat memutuskan kerja sama dengan PT. Gili Trawangan Indah (PT. GTI), bukan untuk mencari solusi penyelesaian secara benar tentang kerjasama tersebut,” kata Pieter.

Sikap demikian tambahnya, jelas sangat merugikan GTI sebagai investor legal dan secara a contrario menguntungkan investor illegal. Ini katanya sebuah contoh dan preseden buruk bagi penanaman investasi di NTB karena tidak adanya konsistensi, perlindungan dan kepastian hukum bagi GTI sebagai investor.

Bahwa seorang pimpinan birokrat maupun pimpinan masyarakat katanya, harus konsisten dan persisten berpegang pada janji yang sudah dibuatnya baik lisan maupun tertulis. Sikap memegang janji akan memberi iklim investasi yang baik bagi investor. Karena GTI selalu berpegang pada janji dan kesepakatan yang sudah disepakati dan ditandatangani bersama.

Bahwa katanya, dalam proses kerja sama yang sudah berlangsung justru GTI sudah menjalankan kewajibannya dengan baik yaitu membayar kompensasi setiap tahun, membangun sekolah dan mesjid beserta prasarananya. Sedangkan kewajiban Pemprov NTB dianggap tidak dijalankan dengan baik yaitu tidak mengamankan pembangunan yang seharusnya dilaksanakan PT GTI di atas tanah yang dikerjasamakan.

“Dan tidak menindak tegas pihak-pihak yang menghalangi dan membangun secara liar di atas tanah yang dikerjasamakan,” keluhnya.

Bahkan Pieter menilai, ada indikasi Pemprov NTB membiarkan Penghuni dan pengusaha liar (illegal) menguasai tanah yang dikerjasamakan sehingga merugikan GTI maupun negara.

“Kami sangat apresiasi atas tindakan Kejaksaan Tinggi NTB untuk mengusut penguasan secara melawan hukum atas tanah yang dikerjasamakan dan penyimpangan hukum dengan membolehkan usaha illegal seolah-olah legal di atas tanah yang dikerjasamakan antara GTI dengan Pemprov,” ujarnya.

Selanjutnya GTI menilai, ada indikasi adanya usaha untuk merugikan investor yang legal dengan jalan membatalkan kerja sama. Sementara itu membuka peluang bagi investor illegal untuk memperoleh keuntungan dengan adanya pemutusan kerjasama tersebut.

“Bahwa PT GTI tetap akan memperjuangkan hak hukumnya melalui proses hukum sehubungan dengan pemutusan sepihak kerjasama yang sudah disepakati bersama karena selain sangat merugikan hak hukum GTI, pemutusan kerjasama tersebut juga bukanlah perbuatan yang baik dan benar menurut tata cara pengelolaan pemerintahan yang baik,” tegas Pieter.

PT. GTI menegaskan, tetap akan mempergunakan hak hukumnya untuk menggugat dan mempermasalahkan pemutusan kontrak kerjasama antara Pemprov NTB dengan kliennya hingga memperoleh suatu keputusan yang adil dan berkepastian hukum.

“Sikap PT GTI adalah berjuang untuk memperoleh keadilan (fight to justice) dan akan mengungkapkan praktek yang menyesatkan (misleading) dengan memberikan fakta yang salah sehingga lahir adanya keputusan sepihak tersebut,” tegasnya.

Gubernur NTB Zulkieflimansyah, Sabtu (4/9) di sela kunjungannya di Kabupaten Sumbawa.

Sebelumnya, PT GTI melayangkan somasi kepada Pemprov NTB pasca pemutusan sepihak kontrak kerjasama pengelolaan tanah seluas 65 Hektare di Wilayah Gili Trawangan Kecamatan Pemenang Lombok Utara sejak tahun 1995. Sebelumnya dilakukan addendum, namun dalam perjalanannya diputus sepihak oleh Pemprov NTB sebagai pemilik tanah karena GTI dianggap wanprestasi.

Sebelumnya Gubernur NTB Zulkieflimansyah menegaskan, jika pihak perusahaan menggugat keputusan itu maka pihaknya tidak merasa gentar. Karena yang memutuskan adalah pusat.

“Silahkan digugat pak Jokowi sana. Kan yang memutuskan bukan Pemprov kemarin tapi Satgas Investasi. Jika digugat dia harus berhadapan dengan kepolisian, kejaksaan serta Satgas Investasi yang terdiri dari institusi-institusi itu,” katanya. (Iba)