Mataram (Detikntbcom) – Kasian. Itulah kata yang tepat untuk para buruh dan pekerja pembangunan gedung baru Badan Pusat Statistik Nusa Tenggara Barat (BPS NTB) berlokasi di jalan lingkar selatan depan kantor DPRD Kota Mataram.
Pasalnya, kontraktor PT Trikarya Utama Cendana (PT TUC) asal Makassar diduga membawa lari uang ratusan buruh dan pekerja serta suplayer barang pembangunan gedung BPS NTB sebanyak Rp3,5 milyar dari nilai kontrak Rp10,6 milyar rupiah.
Uang sebanyak itu untuk pembayaran ratusan butuh, pekerja dan suplayer barang.
“Hak kami belum dibayarkan oleh Direktur PT TUC atas nama Haris alias Angga. Sementara pihak kontraktor menuntut pekerja harus diselesaikan 3 bulan. Setelah selesai mereka membawa kabur uang kami,” beber suplayer dan pengadaan tukang untuk pekerja pembangunan gedung BPS NTB, Muhkamal, Kamis (30/12) saat menggelar aksi protes dengan membakar sisa material di atas lahan pembangunan gedung tersebut.
Puluhan buruh bangunan serta suplayer tersebut mengancam akan membongkar semua barang yang terpasang yang belum dibayarkan oleh pihak kontraktor jika dalam waktu satu minggu tidak dibayarkan.
“Kami beri waktu satu minggu untuk membayar seluruh hak kami. Jika tidak, kami akan membongkar kembali seluruh barang kami di gedung ini,” ancam Suplayer Mekanical Elektrikal dan plambing (MEP) Syahruddin.
Pihaknya pun sudah melaporkan hal itu kepada Polda NTB atas kasus penipuan. Mereka mendesak Polda NTB untuk menangkap dan membawa direktur PT TUC ke NTB dan membayar semua haknya.
“Kami sudah melaporkan ke Polda NTB seminggu yang lalu. Kami melaporkan atas penipuan,” ujar pria kekar disapa Alex ini.
Menurut mereka, uang untuk membayar pekerja dan barang tersebut dibayarkan oleh PPK BPS NTB tanggal 20 Desember. Pada tanggal 21 Desember direktur PT TUC kabur.
“Kami sudah selesaikan pekerjaan ini hingga 99 persen. Dan PPK BPS NTB sudah membayar ke rekening PT TUC,” katanya.
Namun anehnya, untuk mengelabui pekerja dan suplayer, pihak PT TUC memberikan cek kosong dua lembar masing-masing senilai Rp500 juta dan Rp2 milyar rupiah.
“Tapi cek itu kosong dan tidak bisa dicairkan,” bebernya.
Kepala BPS NTB Wahyudin dikonfirmasi ke kantornya mengakui bahwa pihaknya hanya berhubungan dengan pihak kontraktor. Soal pekerja dan suplayer yang belum dibayarkan haknya itu berurusan dengan PT TUC.
“Kami tidak ada hubungannya dengan para suplayer itu, kami hanya berhubungan dengan kontraktor pelaksana. Kami sudah membayar hak mereka sebesar 95 persen dari nilai kontrak. Sisanya 5 persen untuk retensi (jaminan pemeliharaan),” jelasnya.
BPS juga katanya tetap akan memfasilitasi untuk mempertemukan pelaksana dengan suplayer. Salah satunya memfasilitasi pihak pekerja dan suplayer untuk bertemu langsung dengan kontraktornya beralamat di Gowa Sulawesi Selatan.
“Kami mendorong mereka untuk melaporkan ke Polda NTB karena kasus ini lintas provinsi,” tutupnya. (Iba)