Detikntbcom – Usulan anggaran pokok-pokok pikiran (Pokir) DPRD Kabupaten Bima untuk tahun anggaran 2026 kembali memantik polemik. Meski pemerintah pusat menetapkan efisiensi anggaran sekitar Rp170 miliar dari total APBD 2025, pihak eksekutif tetap mengakomodasi permintaan legislatif. Dari pengajuan Pokir sebesar Rp40 miliar saat pembahasan KUA-PPAS, Pemkab Bima akhirnya menyetujui sebesar Rp31 miliar.
Angka tersebut terungkap seusai rapat paripurna RAPBD pada Jumat malam. Dalam forum resmi yang dipimpin Ketua DPRD Kabupaten Bima itu, Pokir yang disepakati untuk 45 anggota dewan awalnya dipatok sebesar Rp25 miliar dengan pembagian bervariasi. Namun isu yang berkembang, unsur pimpinan DPRD disebut-sebut mengajukan alokasi tambahan hingga Rp2 miliar per orang — kecuali Wakil Ketua DPRD Murni Suciati dari Fraksi PAN — sehingga total komponen Pokir mencapai Rp31 miliar.
PAN Menegaskan Penolakan
Ketua Fraksi PAN DPRD Kabupaten Bima, Rafidin S.Sos, menegaskan pihaknya menolak jatah Pokir tersebut. Ia menyampaikan keputusan itu diambil secara kolektif oleh lima anggota Fraksi PAN.
“Saya mewakili seluruh anggota Fraksi PAN DPRD Kabupaten Bima menyatakan menolak Pokir yang dialokasikan dari total Rp31 miliar tersebut. Penolakan ini sudah menjadi keputusan bersama,” ujarnya.
Rafidin menilai penolakan ini relevan dengan kondisi fiskal daerah. Pemerintah pusat, kata dia, telah menetapkan efisiensi anggaran hingga 25 persen dari pagu APBD 2025, sehingga Kabupaten Bima diperkirakan mengalami kekurangan anggaran sekitar Rp170 miliar dibanding tahun sebelumnya yang mencapai lebih dari Rp2 triliun.
“Di tengah isu bahwa Pokir menguntungkan anggota dewan, fraksi PAN memilih menolak, apalagi dalam situasi efisiensi seperti sekarang. Kami khawatir nantinya eksekutif tidak mampu memenuhi pembayaran Pokir tersebut,” tegasnya.
PKS Ikut Menolak
Sikap serupa juga disampaikan Fraksi PKS. Salah satu anggotanya, Ismail, S.Ag, mengatakan pihaknya tidak sepakat dengan alokasi Pokir sebesar Rp31 miliar.
“Fraksi PKS tegas menolak Pokir Rp31 miliar itu. Saat ini daerah sedang berjuang keras mencari anggaran untuk kepentingan masyarakat Kabupaten Bima,” ujarnya. Ismail mengaku mendapat jatah Pokir sebesar Rp700 juta, namun memilih tidak menerimanya.
Penolakan dua fraksi ini memperkuat sorotan publik terhadap transparansi dan urgensi Pokir DPRD dalam kondisi fiskal daerah yang sedang tertekan. (Iba)












