Pemilik Tanah di Desa Batulayar Minta APH Bersikap Tegas, Desak Dua Pelaku Penggeregahan Segera Dieksekusi

Pemilik tanah di Dusun Duduk Desa Batu Layar Kecamatan Batu Layar Kabupaten Lombok Barat, Lalu Herry Prihatin (tengah baju kuning) bersama keluarganya. (Iba)

DetikNTBCom – Pemilik tanah di Dusun Duduk Desa Batu Layar Kecamatan Batu, Layar Lalu Herry Prihatin, dengan nomor sertifikat hak milik (SHM) 5629 seluas 2.883 M2 terbit tanggal 31 Desember 2004 merasa geram atas ulah segelintir orang yang diduga ingin menguasai tanah tersebut tanpa alas hak yang jelas.

Kasus tersebut sudah dilaporkan ke aparat penegak hukum, hingga tahun 2022 sudah inkrah dan belum dilakukan eksekusi oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat.

gambar Iklan

Lalu Herry mendesak Kejati NTB untuk segera melakukan eksekusi kedua terduga pelaku penggeregahan tersebut. Karena menurutnya dua dari tujuh pelaku itu diduga melakukan hasutan terhadap warga sekitar untuk menguasai tanahnya itu tanpa alas hak yang jelas.

“Ada dua orang oknum yang menyebarkan isu yang tidak berdasar bahwa saya mensertifikatkan tanah sepadan pantai. Padahal faktanya mereka inilah yang menempati tanah sepadan pantai sampai masuk ke tanah milik saya. Keluar masuknya pedagang itukan lewat tanah saya,” jelas Lalu Herry saat diwawancarai media ini, Sabtu 21 Oktober 2023 di Mataram.

Pihaknya mengaku selama ini dalam menyelesaikan persoalan sejumlah oknum yang membangun lapak pedagang diatas tanah miliknya tersebut masih mengedepankan unsur-unsur kekeluargaan untuk mencarikan solusi terbaik.

“Tapi upaya yang kita lakukan ini tidak dihargai. Padahal kedua oknum ini menyewa lapak yang dibangun tanpa izin diatas tanah milik saya. Dan mereka sudah mengakui bersalah pada saat persidangan kasus penggeregahan itu,” timpalnya.

Saat sekarang, kedua oknum penyewa lapak tersebut menurutnya mempermasalahkan sertifikat hak milik (SHM) yang dipegang dirinya karena diduga mendapatkannya secara ilegal dan berada diatas sepadan pantai.

“Inikan sudah masuk pembohongan publik atau sudah masuk kedalam kategori menghasut publik. Padahal hal itu sudah dijawab secara tegas dan terang oleh pihak berwenang dalam hal ini oleh pihak BPN Lobar,” ungkapnya.

BPN Lobar, kata Lalu Herry, menegaskan pada mereka melalui jawaban tertulis pada 08 Mei 2023 lalu bahwa tanah yang mereka ributkan itu adalah benar milik saya dengan bukti SHM Nomor 5629 dengan luas 2.883 M2 terbit tanggal 31 Desember 2004.

Lalu Herry menjelaskan, sejarah tanahnya itu semula dikuasai oleh Nyoman Udayana berdasarkan Surat Keterangan Pemilikan Nomor:76/136/X/1995 Tanggal 10 Oktober 1995 dari Kepala Desa Batulayar dan diketahui oleh Camat Gunung Sari.

Selanjutnya, pada tahun 1996 dikuasai oleh Haji Abdul Kasim berdasarkan perikatan jual beli antara 1 Nyoman Udayana dengan Haji Abdul Kasim berdasarkan Akta Perjanjian Ikatan Jual Beli Nomor 20 Tanggal 12 Agustus 1996 yang dibuat di hadapan notaris Eddy Hermansyah di Mataram.

Kemudian, pada tahun 2000 bidang tanah tersebut dikuasai oleh dirinya atas dasar Perikatan Jual Beli Nomor 44 tanggal 21 Mei 2000 yang dibuat di hadapan Lalu Sribawa Notaris di Mataram.

Bahwa dasar penguasan bidang tanah oleh dirinya itu berupa surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah (Sporadik) tanggal 27 September 2004 Reg. Nomor: 21/1/10/BL/2004 yang diketahui oleh Kepala Desa Batu Layar dan Perikatan Jual Beli Nomor 44 tanggal 21 Mei 2000 yang dibuat di hadapan Lalu Sribawa Sarjana Hukum, Notaris di Mataram.

Namun sekitar tahun 2021 pasca covid-19, pihaknya mau membangun hotel di atas tanahnya itu, surat izin mendirikan bangunan (IMB) dan persyaratan lainnya bahkan akuinya sudah lengkap. Namun tiba-tiba jelasnya, ada sejumlah bangunan semi permanen di atas tanahnya bahkan ada empat bangunan bantuan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Lombok Barat.

“Jadi mereka (Pemda dan desa) membangun proyek di atas tanah saya. Waktu mau membangun proyek itu, jangan ini tanah milik saya. ‘Nggak apa-apa nanti ini bisa dipakai’. Loh ini kan tanah saya harus ada izin dulu dari saya dong,” terangnya.

Karena tidak ada titik temu antara pelaku yang berjumlah tujuh orang yang diduga melakukan penggeragahan tanah miliknya, maka Herry melaporkan hal itu ke APH hingga hingga tahun 2022 inkrah.

Dari ketujuh terduga pelaku itu, lima diantaranya sudah kooperatif tidak lagi melakukan aktifitas di atas tanah miliknya. Namun dua tidak kooperatif. Herry menegaskan akan membayar ganti rugi atas lapak yang mereka bangun di atas tanah miliknya. Namun katanya dua terduga pelaku itu tidak mau malah diduga menghasut warga sekitar untuk melakukan perlawanan.

“Oleh karena itu, saya meminta kepada Kejaksaan Tinggi NTB untuk segera melakukan eksekusi terhadap dua oknum warga itu,” pintanya. (Red)