Inovasi sampah untuk NTB sehat

Tumpukan sampah yang bisa dikelola menjadi bahan bakar solar (Ist)

Oleh: Jaidin*

Sampah menjadi salah satu masalah yang memerlukan perhatian penting dalam perkembangan dan pembangunan suatu daerah, terlebih lagi NTB yang tengah merebut perhatian dunia atau menjadi sorotan dunia karena penyelanggaraan World Superbike (WSBK) yang berlangsung di Sirkuit Mandalika pada November 2021.

gambar Iklan

Berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutan (LHK) NTB pada tahun 2018 sekitar 80 % belum dikelola dengan baik. Khusus di NTB potensi sampah yang dimiliki per hari adalah sebesar 3.388,76 ton. Dari jumlah tersebut, yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) hanya sekitar 641,92 ton per hari, dan yang berhasil didaur ulang di bank sampah hanya sekitar 51,21 ton per hari.

Di sisi lain pemerintah NTB mencanangkan melalui program zero waste (NTB Bebas Sampah) perlu melakukan pengolahan sampah secara efektif dan optimal dengan meniru berbagai negara yang memiliki sistem pengolahan sampah terbaik di dunia.

Jerman telah berhasil mendaur ulang sampahnya sekitar 56,1% melalui regulasi yang ketat terutama pada pengolahan limbah pabrik. Jerman juga mewajibkan para penduduk untuk memilah sampah rumah tangga, sisa makanan, kertas atau karton, sampah plastik pada tempat terpisah.

Jika hal tersebut tidak dilakukan maka sampah itu tidak akan diambil dan warga yang bersangkutan mendapatkan teguran dari pemerintah Jerman. Warga ‘dipaksa’ dan telah terbentuk kesadarannya untuk melakukan 3R yaitu Reduce (kurangi), Reuse (gunakan kembali), Recycle (daur ulang).

Hal serupa juga diterapkan di Korea Selatan bahwa tingkat daur ulang menyentuh angka 53,7% dikendalikan oleh Menteri Lingkungan Hidup Korea Selatan. Pemilahan sampah dibebankan sepenuhnya kepada warga sebelum membuangnya.

Misalnya sampah daur ulang kaleng, plastik, kertas, kaca dan sebagainya semua harus dipisah. Barang daur ulang untuk disumbangkan.

Contoh: Baju bekas, sepatu, selimut, bantal, tas dan membuang sampah makanan dikenal agak ribet karena harus dipastikan sampah tersebut tidak ada campuran seperti tulang ikan, kulit buah/sayur, biji, cangkang telur dll. Sampahnya pun tidak boleh basah/berkuah, jadi sebelum dibuang harus dikeringkan. Semua kegiatan itu diwajibkan kepada warganya.

Sementara hal ini tidak terjadi di daerah NTB, terkadang pada tataran rumah tangga sudah melakukan 3R , harus didukung sarana dan prasarana yang ada dan warga diberikan reward dan punishment.

Beberapa hal yang dilakukan oleh beberapa negara tersebut dapat menjadi acuan bagi penanganan dan solusi untuk menjadikan NTB bebas sampah pada 2023 sebagaimana yang dicanangkan oleh pemerintah NTB saat ini.

*Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana Universitas Tekhnologi Sumbawa (UTS)

Editor: Ibrahim Bram A

gambar Iklan