Direktur RSUD didesak dievaluasi, GEMA LOTIM: banyak keluhan layanan tak optimal

Gerakan Maju Lombok Timur (GEMA LOTIM), melakukan aksi demonstrasi di depan kantor Bupati Lombok Timur pada Rabu (1/12). Gema Lotim menyampaikan keluhan permasalahan layanan RSUD dan melayangkan delapan tuntutan untuk memperbaiki layanan kesehatan dan tata kelola rumah sakit.

Lombok Timur (Detikntbcom) – Gerakan Maju Lombok Timur (GEMA LOTIM), melakukan aksi demonstrasi di depan kantor Bupati Lombok Timur pada Rabu (1/12). Gema Lotim menyampaikan keluhan permasalahan layanan RSUD dan melayangkan delapan tuntutan untuk memperbaiki layanan kesehatan dan tata kelola rumah sakit.

Pasca diguyur hujan lebat, aksi berjalan damai dan warnai perdebatan antara aparat keamanan dan masa aksi yang meminta bertemu dengan Bupati. Namun tidak satupun pejabat yang bersedia ditemui, sehingga masa aksi menyampaikan akan melakukan aksi lanjutan sampai tuntutan mereka diperhatikan.

gambar Iklan

Permasalahan pertama menurut koordinator aksi Herman, bahwa RSUD Lotim Peraturan Bupati Lombok Timur berbeda dengan dasar hukum pembentukan RSUD daerah lainnya seperti hal RSUD Provinsi maupun RSUD Sumbawa.

Perda RSUD Lotim katanya, tidak mencantumkan berkaitan dengan tata kelola, strategi maupun kedudukan kaitannya otonomi rumah sakit. Keberadaan RSUD seolah dianggap seperti UPTD lainnya, padahal RSUD memiliki karakteristik sendiri sesuai dengan ketentuan UU Kesehatan, UU Rumah Sakit dan Peraturan Menteri Kesehatan.

Menurutnya, hal demikian mempengaruhi berbagai kebijakan struktur kelembagaan RSUD, salah satunya perjalanan pergantian direktur PLT beberapa kali yang mengalami dinamika, mengindikasikan persoalan birokrasi dan praktik maladministrasi.

Secara administrasi ujarnya, pemerintahan tidak memenuhi asas pemerintah yang baik, efisiensi birokrasi dan aspek keseimbangan, manfaat, pelindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban serta aspek keadillan.

“Untuk itu, kami menuntut segera audit rumah sakit daerah, karena PLT yang berkali-kali mengindikasikan ada benih praktik korupsi”, ungkapnya seperti siaran pers yang diterima sore ini.

Berdasarkan kajian GEMA LOTIM, dasar penetapan PLT tidak tercantum dalam Perda RSUD Lotim, karena RSUD bukan pula seperti UPTD lainya yang berada di bawah dinas. Permasalahan pada struktur rumah sakit itu juga memberikan dampak terhadap tata kelola rumah sakit yang kurang optimal.

Pertama, minimnya peraturan internal rumah sakit. Kedua, minimnya upaya peningkatan layanan yang memberikan manfaat kepada seluruh lapisan masyarakat.

Herman juga menyinggung penghargaan yang didapatkan RSUD pada September 2021. “Soal penghargaan, itu mengaburkan persoalan serius yang ada di rumah sakit, dan seolah mengabaikan layanan berbasis pada kualitas,” katanya.

Menurutnya, Indikator layanan BPJS tidaklah dapat digunakan sebagai acuan utama dalam menilai RSUD Lotim, karena indikator yang digunakan terbatas pada penerimaan layanan, pemberian layanan dan pasca layanan bagi masyarakat yang memiliki BPJS.

“Layanan Kesehatan yang diberikan terhadap masyarakat tidak mampu masih memunculkan permasalahan birokrasi yang kompleks. Hal demikian, berdasar pada laporan dan keluhan masyarakat yang diterima oleh GEMA LOTIM, kami meminta Direktur RSUD menanggapi persoalan ini”, pintanya.

GEMA LOTIM menuntut pelayanan publik yang harus berbasis pada asas kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan, partisipatif, persarnaan perlakuan/ tidak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu dan kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan. Dalam UU Pelayanan Publik telah digariskan, aspek-aspek yang harusnya dipenuhi.

Sejumlah tuntutan yang disampaikan GEMA Lotim antara lain:
1. Peningkatan layanan berdasar UU Pelayanan Publik;
2. Keterbukaan informasi publik tentang pelayanan publik secara keseluruhan sesuai UU KIP;
3. Peningkatan tata kelola rumah sakit dengan evaluasi dan melaksanakan peraturan internal rumah sakit (hospital by laws);
4. Revisi peraturan daerah terkait tata kelola rumah sakit;
5. Penyesuaian ketentuan dasar rumah sakit dan hospital by laws;
6. Peningkatan inovasi rumah sakit;
7. Peningkatan anggaran kesehatan untuk masyarakat tidak mampu;
8. Memperhatikan nilai-nilai pemerintahan yang baik (good governance) dalam tata kelola rumah sakit;
9. Evaluasi struktur kelembagaan pelayanan Kesehatan maupun RSUD. (Iba)