Komisi IV puji keberhasilan Pemprov NTB tingkatkan kemantapan jalan

Pekerjaan pada ruas jalan Ade Irma Suryani Kelurahan Monjok Kecamatan Selaparang Kota Mataram masih dalam tahap penyelesaian pekerjaan overlay AC-WC. (Dokumen akun Facebook Dinas PUPR NTB)

Mataram (Detikntbcom) – Anggota Komisi IV DPRD Provinsi NTB Bidang Infrastruktur dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), Ust H Syamsuddin Majid, memuji keberhasilan Pemerintah Provinsi NTB, khususnya Dinas PUPR, yang dianggap berhasil dalam melakukan peningkatan kemantapan jalan Provinsi Tahun Anggaran (TA) 2021 sebesar 3,96%.

“Keberhasilan Pemerintah Provinsi NTB dalam melakukan peningkatan jalan sebesar 3,96% pada TA 2021 patut kami berikan apresiasi, sehingga ada kelebihan pencapaian target sebesar 0,06%. Dan itu merupakan suatu kinerja yang sangat baik dari Pemerintahan Zul-Rohmi, khususnya Dinas PUPR, dalam mengimplementasikan Perda Percepatan Jalan Tahun Jamak,” puji anggota DPRD Provinsi NTB dari Daerah Pemilihan (Dapil) Kota Bima, Kabupaten Bima dan Kota Bima ini kepada wartawan media ini, Kamis 19 Mei 2022.

gambar Iklan

Keberhasilan pencapaian peningkatan kemantapan Jalan Provinsi TA 2021 sebesar 3,96% ini menurutnya telah disampaikan juga oleh Kepala Dinas PUPR Provinsi NTB, Ir H Ridwansyah, pada saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IV DPRD NTB dengan Dinas PUPR.

“Dimana pada saat itu, Kadis PUPR NTB juga sudah menjelaskan bahwa adanya kelebihan pencapaian target sebesar 0,06% dari target RPJMD sebesar 83,95 persen ke 84,01% dihitung dari batas akhir capain tahun 2020. Capaian tahun 2020 itu adalah sebesar 80,05%, tahun 2021 adalah sebesar 83,95% dan capaian tahun 2021 adalah sebesar 84,01%. Sehingga ada peningkatan sebesar 3,96%. Semestinya apa yang telah dicapai oleh Pemprov ini harusnya diapresiasi karena sudah berhasil melampaui target dari yang ditetapkan,” tegas pria yang akrab disapa Aji Syam ini.

Senada dengan Anggota Komisi IV dari Fraksi PKS, sebelumnya, Anggota Komisi IV DPRD Provinsi NTB dari Fraksi Partai Nasdem, H Asaat Abdullah, mengungkapkan dirinya tidak sepakat dengan adanya pandangan atau pernyataan yang menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi NTB gagal dalam mengimplementasikan Perda Percepatan Jalan dengan sistem Tahun Jamak atau Sistem Multi Years Tahun Anggaran (TA) 2021.

“Kemantapan Jalan Provinsi itu sudah melebihi target sebesar 0,06%. Justru itu bagus karena ada peningkatan target dari target RPJMD sebesar 83,95 persen ke 84,01% yang dihitung dari batas akhir capain tahun 2020. Capaian tahun 2020 itu adalah sebesar 80,05%, tahun 2021 adalah sebesar 83,95% dan capaian tahun 2021 adalah sebesar 84,01%. Sehingga ada peningkatan sebesar 3,96%. Semestinya apa yang telah dicapai oleh Pemprov ini harusnya diapresiasi karena sudah berhasil melampaui target dari yang ditetapkan,” kata sosok yang pernah menjabat sebagai Kepala Dinas PU Kabupaten Sumbawa ini kepada wartawan, Kamis 19 Mei 2022.

Menurutnya term ‘gagal’ mengimplementasikan Perda Percepatan Jalan Tahun Jamak itu tidak tepat disematkan kepada pihak Pemerintah Provinsi karena jika dilihat dari sisi keberhasilan Pemprov meningkatkan kemantapan jalan sebesar 0,06% itu merupakan sesuatu hal yang semestinya harus diapresiasi.

“Yang paling penting itu adalah keberhasilan Pemprov itu dalam mencapai target. Apalagi dalam hal ini ada peningkatan sebesar 0,06%. Yang kita semestinya soroti itu apabila kinerjanya berada dibawah target yang ditetapkan. Inikan justru meningkat sebesar 0,06%. Jadi term ‘gagal’ mengimplementasikan Perda Percepatan Jalan Tahun Jamak ini tidak tepat juga disematkan kepada Pemprov karena ukurannya adalah target RPJMD. Gagal dan tidak gagalnya capaian nanti akan terlihat sampai dengan tahun 2022 ini. Dan tahun 2022 ini kan belum berakhir,” cetus H As’at lagi.

Diakuinya dalam pelaksanaan pekerjaan percepatan jalan ini sedikit mengalami keterlambatan akibat kurang matangnya aspek perencanaan. Ketika perencanaannya kurang matang, maka menurutnya, seharusnya dari awal dimulainya pekerjaan percepatan jalan tahun jamak ini yaitu sejak tahun 2019 lalu, sudah dibicarakan soal-soal yang berkaitan dengan aspek pembebasan lahan dan lain sebagainya, baru layak untuk dilaksanakan pekerjaan tersebut.

“Adanya keterlambatan pekerjaan tersebut lebih disebabkan pada aspek keterlambatan menyangkut pembebasan lahannya seperti yang terjadi dalam pekerjaan pembangunan Jembatan Karang Sukun yang belum bisa dilaksanakan karena adanya masalah lahan. Yang seharusnya dari awal soal pembebasan lahan ini dibicarakan terlebih dahulu,” bebernya.

Sementara menyangkut adanya keterlambatan penyelesaian pekerjaan sesuai dengan deadline kontrak, menurutnya, akan diserahkan sepenuhnya penilaiannya kepada pihak Dinas terkait, apakah akan dikenakan denda ataukah diberikan perpanjangan waktu atau addendum waktu sesuai dengan indikator yang ada.

“Kalau menurut saya, sebaiknya para rekanan itu diberikan denda keterlambatan satu per mil sehari sampai dengan batas waktu 50 hari. Nanti kalau gagal memenuhi denda sampai batas waktu 50 hari, baru dilaksanakan pemutusan kontrak,” pungkasnya. (Iba)