Mataram (Detikntbcom) – Seleksi Pegawi Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Tenaga Kesehatan (Nakes) tidak selamanya membuat Nakes bersorak gembira.
Pengabdian mereka yang bertahun-tahun hingga belasan tahun harus kembali diuji kapasitasnya dengan harus mengikuti seleksi dengan cara tes terbuka. Siapa yang paling tertinggi nilainya maka ia lulus sebagai PPPK.
Disatu sisi kuota yang disiapkan pemerintah di setiap Pelayanan Kesehatan (Yankes) sangat terbatas. Parahnya lagi hanya persoalan teknis penginputan data, banyak Nakes tidak diloloskan secara administrasi untuk mengikuti seleksi PPPK yang direncakan akan berlangsung Desember mendatang.
Wakil rakyat di DPRD NTB tegas mengkritik kebijakan pemerintah tersebut. Pemerintah terkesan tidak menghargai masa lama pengabdian mereka. Jeritan Nakes itu harus ditanggapi serius pemerintah pusat.
“Kami akan sampaikan semua permasalahan Nakes kita di daerah ini ke Pusat,” tegas anggota Komisi V DPRD NTB, Buhari Muslim di Mataram, Minggu 27 November 2022.
“Jeritan” para Nakes itu harus didengar. Supaya pemberlakukan kepada Nakes itu berkeadilan.
“Ini supaya ada keadilan (bagi Nakes),” kata Politis NasDem itu.
Pemerintah Pusat jangan terkesan menghalang-halangi orang untuk ikut berkompetensi. Persoalan lulus tidaknya menjadi urusan belakang. Jangan lantaran masalah teknis mengupload data dengan mudah tidak meloloskan orang. Terkecuali tidak punya Ijazah sesuai profesinya mungkin wajar tidak diloloskan.
“Apa susahnya meluluskan orang di adminitrasi. Masalah selanjutnya kan terganutung hasil kompetensi. Toh mereka ikut tes,” tegasnya.
Salah satu kasus Nakes di Lombok Tengah yang didapatkan informasinya dimana Nakes yang berprpofesi Bidan tersebut tidak menempel materai berbeda di dua surat lamaran dan surat pernyataan yang di upload di sistem SSCN padahal itu tidak disengajanya.
Nakes tersebut juga memiliki dokumen vital pendukung lainnya selama menjadi bidan seperti Ijazah, Surat Tanda Tegistrasi (STR) dan lainnya. Dilihat dari pengabdiannya sudah mengabdi di salah satu Puskesmas di Lombok Tengah itu sudah memasuki enam tahun. Jangan hanya persoalan teknis mereka tidak dianggap lolos administrasi. Kasus lain lantaran foto transkip nilai tidak ful page di uploud menyebabkan mereka tidak lolos.
“Kenapa harus halang halangi orang,” sambungnya.
Buhori mengakui memang ada masa sanggah yang disiapkan panitia. Hanya saja masa sanggah itu tidak dalam kontek memperbaiki kesalahan pelamar. Pihaknya akan mendiskusikan masalah ini di internal Komisi V yang membidangi salah satunya kesehatan. Jikapun tidak ada solusi di daerah dikarenakan kebijakan di pemerintah pusat, Buhori akan menyampaikannya melalui jalur kepartaian.
“Tapi tetap kami secara kepartaian akan sampaikan masalah di daerah ini melalui wakil kami di DPR RI,” katanya.
Ketua Fraksi Partai NasDem DPRD NTB itu akan tetap menyuarakan masalah tersebut. Pihaknya akan mendorong yang sudah mendaftar namun tidak lolos administrasi lantaran alasan teknis harus diperjuangkan.
“Kita perjuangkan mereka,” janjinya.
“Secara personal ndak mungkin
kami akan sampaikan. Ketum kami di DPR RI. Tetap kami akan perjuangan aspirasi rakyat. Kami tidak punya wewenang di daerah tapi kami ada perwakilan di DPR RI,” ungkapnya.
Anggota Komisi I DPRD NTB, Najamudin Mustafa menilai jalur seleksi PPPK ini bukan wujud komitmen pemerintah mengakomodir Nakes yang sudah lama mengabdi. Sebaliknya ini bentuk penzoliman.
“Itu yang saya katakan menzolimi. Tidak melihat masa pengabdian mereka,” tegas Najam.

Politisi PAN itu menegaskan Nakes ini harus menjadi sekala prioritas yang perlu diperhatikan kesejahteraannya selain guru. Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) Nakes sangat penting dengan memudahkan mereka.
“Ketika Nakes dan guru diperhatikan itu tandanya negara itu maju,” katanya.
Harusnya pemerintah melek dengan lama pengabdian mereka. Jika mereka sudah lama mengandi namun untuk menjadi PPPK saja harus dengan cara seleksi itu artinya pemerintah tidak serius memeberdayakan mereka. Apalagi pemerintah mau serius mengakomodir mereka di PPPK dengan cara yang lebih mudah.
“Saya sepakat tudiangn publik. Sama pikiran kita bahwa pemerintah belum serius menjadikan Nakes yang lama mengabdinya jadi PPPK. Saya ingin katakan bahwa Nakes menjadi skala prioritas,” tegasnya.
“Semestinya harus dilihat pengadian mereka. Harus menghargai pengabdian orang yang sudah cukup lama,” pungkasnya.
Temuan media dilapangan masalah lain yang dialami Nakes selain dipersulit secara administrasi yaitu keterbatasan kuota di setiap Pelayanan Kesehatan (Puskemas atau RS). Di satu Puskesmas hanya satu dua formasi untuk profesi tertentu. Masih jauh dibandingkan dengan jumlah mereka yang sangat banyak sebagai honorer. Belum lagi mereka harus mengikuti tes meski pengabdiannya sudah lama di Fankes tersebut.
Selanjutnya tidak tersedianya apermasi bagi Nakes yang melamar di luar tempat bekerja. Apirmasi itu nilai plus dilihat dari masa pengabdian dan status nurs. Nakes melihat kebikan tersebut tidak adil. (Iba)