Oleh: Arif Rahman*
Detikntbcom – Penobatan Bang Zul oleh Alumni Beasiswa NTB baru-baru ini sebagai bapak pendidikan NTB saya rasa kurang tepat.
Tapi sebagai orang yang menghargai demokrasi dan kebebasan. Ekspresi para alumnus ini patut dihargai.
Upaya para alumnus ini tidak terlepas dari klaim Bang Zul yang telah berhasil menjalankan program Beasiswa 1.000 Cendekia selama 5 tahun kepemimpinannya.
Namun gara-gara fokus Bang Zul pada pendidikan tinggi terlampau besar dan bukan domain kewenangannya membuat kewajiban yang sejatinya di emban Provinsi malah cenderung diabaikan.
Negara melalui UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan kewenangan Provinsi untuk mengelola pendidikan SMA/SMK/SLB.
Kewenangan yang diberikan UU itu nyatanya tidak mampu dimaksimalkan Bang Zul untuk menggerek kualitas pendidikan di NTB khususnya SMA/SMK/SLB semakin membaik.
Setidaknya ada 3 kegagalan Bang Zul sebagai Gubernur NTB 2018-2023 dalam Mengelola Pendidikan di NTB yang saya rangkum sesuai kewenangannya.
Pertama, Angka Partisipasi Murni (APM) SMA/SMK jauh dari target
Angka Partisipasi Murni (APM) berusaha mengukur proporsi anak yang bersekolah tepat waktu. Dalam konteks NTB sendiri, Bang Zul telah menetapkan target APM SMA/SMK pada RPJMD 2019-2023 sebanyak 95,28%.
Tapi faktanya capaian APM pada tahun 2023 dalam Survei BPS Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2023 hanya mampu di angka 68,04%.
Hal ini menunjukkan bahwa Bang Zul kurang serius dalam mengelola pendidikan SMA/SMK di NTB.
Kedua, Mutu Pendidikan NTB
Mutu pendidikan ini tergambar dari capaian literasi, numerasi dan indeks karakter yang terdapat pada bagian output Rapor Pendidikan NTB.
Dalam konteks literasi membaca misalnya, data Puspemndik Kemendikbud 2022 menunjukkan SMA di 10 Kab/Kota di NTB masih di bawah kompetensi minimum.
Hal yang sama juga terjadi pada capaian Numerasi yakni masih di bawah kompetensi minimum.
Hanya Indeks Karakter yang mampu berkembang di zona hijau selebihnya berada di zona kuning.
Hasil ini menandakan kinerja Bang Zul sebagai Gubernur NTB perlu dipertanyakan.
Ketiga, Data Dapodik SMA/SMK/SLB Belum Tuntas
Bagi Bang Zul mungkin data dapodik SMA/SMK/SLB ini tidak penting. Untuk itu sampai hari ini per tanggal 18 Agustus 2024 belum juga tuntas diselesaikan.
Padahal data dapodik sangat krusial dalam memudahkan proses pengajuan fasilitas sarana dan prasarana (sarpras). Memberikan dukungan dalam menjaga mutu pendidikan dan Membantu dalam proses perubahan struktur kelembagaan.
Pada tingkat SMK misalnya, NTB berada di peringkat 37 dari 39 Provinsi. Bumi Gora hanya mampu mengirim data SMK sebanyak 247 sementara 108 lainnya nihil.
Tidak jauh berbeda dengan nasib SMK, SMA justru menurun ke peringkat 38 dari 39 Provinsi. Total yang mengirim ada 315. Sedangkan 75 sekolah lainnya belum ada progres.
Hasil yang baik justru datang dari SLB dengan menyisakan 7 sekolah yang belum mengirim dari 55 SLB di NTB.
Saya kira 3 indikasi ini memperlihatkan bahwa Bang Zul yang sekolah di luar negeri belum tentu bisa membuat pendidikan SMA/SMK/SLB di NTB menjadi lebih baik.
Kritik saya ini bukan dalam rangka menghilangkan dan menghapus Beasiswa NTB tapi bertujuan agar pemimpin NTB masa depan lebih peduli dan fokus kepada kewenangannya yang diberikan negara.
Jangan sampai persoalan sunnah yang harus diurus negara malah getol tapi kewajiban dan kewenangan daerah malah dilupakan dan diabaikan.
*Penulis adalah Direktur Ruang Demokrasi Indonesia/Alumnus Beasiswa Unggulan 2022
Editor: Ibrahim Bram A