Mataram (Detikntbcom),- Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Nusa Tenggara Barat (DPRD NTB) tampaknya semakin kencang arus perlawanannya terhadap kebijakan Gubernur soal keputusan adendum yang bakal diambil atas pengelolaan aset tanah oleh PT Gili Trawangan Indah (GTI).
Aset tanah Pemprov seluas 65 Ha yang dikelola GTI berlokasi di Gili Trawangan Lombok Utara sejak tahun 1995 hingga 2026 tersebut dinilai oleh wakil rakyat dari Fraksi Gerindra Sudirsah Sujanto tersebut ditelantarkan dan tidak berkontribusi bagi PAD Pemprov.
Menurutnya, hampir setahun proses pertimbangan, kajian dan observasi dilakukan Gubernur dan tim untuk bersikap terhadap GTI. Namun endingnya bukannya baik dan bermanfaat yang diperoleh masyarakat tapi mudharat yang didapat atas putusan akhir terhadap penelantaran itu.
“Tak terhitung berapa kali saya dan sejumlah pihak waras yang menunjukkan fakta membawakan kondisi empiris betapa lacurnya daerah dan masyarakat atas kerugian yang diakibatkan oleh GTI (Berdasarkan temuan KPK dan hasil kajian jujur berbagai pihak). Namun memang Gubernur ini seperti orang dalam kebingungan, malas mendengar, enggan menerima masukan yang rasional,” kata Sudirsah, Senin (7/6).
Sudirsah membeberkan, hasil investigasi KPK menemukan triliunan rupiah kerugian negara di lahan yang di kelola PT GTI. Menurut dia bisa dilihat secara langsung tidak satu pun poin kontrak yang dipenuhi GTI di Trawangan dan itu berlangsung puluhan tahun bahkan sejak kontrak di keluarkan tahun 1995 silam.
“Mungkin karena gubernur ini bukan orang NTB tulen, sehingga tidak bisa merasakan derita rakyat. Wacana pemutusan kontrak GTI yang justru diinisiasi oleh gubernur, malah akhirnya hanya isapan jempol dan parahnya menjadi pemberi harapan palsu yang kemudian tersisa hanya janji kosong. Hanya karena ambisinya yang ingin memuliakan investasi,” sindirnya.
Sebagai rakyat dan kebetulan wakil rakyat Gumi Dayan Gunung (Lombok Utara) dimana lokasi aset Pemprov yang dikontrak GTI, dirinya merasa prihatin dengan sikap politik dan keputusan gubernur. Dirinya membayangkan lebih dari setengah masa ke kepemimpinannya, tidak banyak prestasi fundamental yang bisa dicapai.
“Malah sebaliknya yang mulia pak gubernur nampak lemah di depan pengusaha dan berakhir dipecundangi,” katanya.
Dirinya juga menilai, Gubernur NTB akhirnya menyatakan akan memberi mengadendum bersama GTI untuk kesekian kalinya. Ia menyebut konsorsium tersebut antah berantah yang nyata-nyata tidak pernah memuliakan perjanjian dan kepercayaan pemerintah.
Tentu sambungnya, sangat bijak jika mengikuti konsep Presiden Jokowi yang memuliakan investasi. Namun, presiden secara tegas memberlakukan itu untuk investasi yang menghasilkan keuntungan dan kemanfaatan bagi negara dan rakyat. “Ini gubernur NTB malah tidak bisa melihat dan membedakan investor yang layak dimuliakan dengan investor yang memudharatkan,” sindirnya lagi.
Dalam konteks status quo lanjutnya, yang menjadi phobia gubernur, sesungguhnya jauh lebih baik tanah 65 hektar di Gili Trawangan berstatus quo selama 5-6 tahun ke depan, dibanding memperpanjang kontrak yang sudah pasti merugikan daerah jika terus membiarkan GTI menguasai tanah negara potensial itu.
“Status quo, selama itu tidak terasa lama, karena begitu selesai status quo, pemprov dan rakyat secara merdeka dan leluasa mengelola hal miliknya selama dan terlepas dari jeratan kontrak palsu,” tegasnya.
Gubernur katanya mesti menyadari, keputusannya memberi waktu lagi untuk GTI akan memperpanjang derita Gili Trawangan hingga nanti tiba saatnya gubernur ini lengser dari kekuasan. Dan ini tentu makin menambah daftar panjang sejarah gubernur NTB yang justru menyengsarakan rakyat di daerah tersebut.
“Kami sekali lagi tentu makin merasa sedih dan miris karena perjuangan rakyat makin jauh berhasil. Secara personil, tidak banyak yang bisa saya lakukan. Namun secara kelembagaan, kami Fraksi Gerindra bersama para pejuang dari partai rakyat lainnya di Udayana tetap akan berjihad tak akan mundur melawan (ketidakmengertian) penguasa ini melalui hak Interpelasi kami yang melekat selaku legislator,” tegasnya.
Sebelumnya, Gubernur NTB Zulkieflimansyah memilih opsi untuk adendum dengan PT GTI dengan berbagai pertimbangan dan kajian hukum yang matang melibatkan, Kejagung, BPK, KPK, Kejaksaan Tinggi NTB serta berbagai pihak.
Rencana adendum tersebut akan dilaksanakan Minggu depan dengan sejumlah poin yang belum diungkap. (Iba)