Normalkan APBD, dewan dorong Pemprov NTB lakukan pinjaman

(Kiri ke kanan) Anggota komisi IV DPRD NTB Ruslan Turmuzi dan Ketua Komisi III Sambirang Ahmadi

Mataram (Detikntbcom) – Pandemi Covid-19 yang melanda hampir 2 tahun berdampak besar pada perekonomian masyarakat, kesehatan dan tekanan terhadap APBD NTB. Terlebih adanya pekerjaan rumah (PR) harus ditangani seperti Peraturan Daerah (Perda) tahun Jamak untuk percepatan infrastruktur jalan dengan angka yang cukup fantastis sebesar Rp 750 miliar.

Belum lagi menyangkut kebutuhan anggaran wajib yang harus terpenuhi sekitar Rp 392,1 miliar di APBD-P 2021 didalamnya belanja gaji/tunjangan pegawai negeri, BPJS, Jamkes dan lain sebagainya.

gambar Iklan

Persoalan ini memantik DPRD NTB terus mendorong pemerintah agar target pendapatan daerah terlealisasi sesuai target sebesar Rp 5,4 triliun dengan alokasi belanja Rp 5,5 triliun dengan mengambil langkah Creative Financing (pembiayaan kreatif) dengan cara mencari suntikan atau meminjam dana melalui pihak lain, harapannya APBD NTB dapat kembali normal atau sehat.

“Jadi kita dorong pemerintah untuk melakukan creative financing. Pemprov NTB ini juga belum pernah melakukan pinjaman daerah,” cetus Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD NTB, Sambirang Ahmadi, Senin (05/07) di Mataram.

Ketua Komisi III ini memaparkan mengenai creative financing misalnya melalui BUMN yang ditugaskan negara untuk membantu pembiayaan. “Kita dorong supaya APBD kita ini sehat dan bisa kembali normal,” katanya.

Menurutnya APBD NTB bisa benar-benar sehat, diperkirakan besaran pinjaman sekitar Rp 1 triliun. “Kan banyak nih yang harus dituntaskan. APBD kita tekanannya cukup kencang. Untuk itu, kita dorong Pemprov NTB melakukan creative financing,” ungkapnya.

Bagi Sambirang, langkah pinjaman terhadap pihak luar itu bisa sebagai solusi dan sangat penting menyehatkan APBD NTB.

“Saya kira sangat penting, bagian cara kita beradaptasi dengan APBD yang bebannya cukup besar. Apalagi pendapatan kita masih serat kayak begini,” ujarnya.

Senada disampaikan anggota Komisi IV DPRD NTB, Ruslan Turmuzi. Politisi PDIP NTB menyatakan skema pinjaman itu merupakan salah satu solusi saat ini.

Pasalnya, dia menilai pendapatan daerah masih sangat jauh meleset untuk membiayai kebutuhan belanja. Selai itu, realisasi pendapatan sampai saat ini hanya sebesar Rp 186 miliar lebih.

“Pendapatan kita sekarang ini Rp 186 milyar, tapi itu sifatnya earmart yaitu tidak bisa di utak-atik lagi karena sudah ada peruntukannya. Sementara dari pendapatan itu kita masih defisit sebesar Rp 11 miliar lebih,” bebernya.

Total defisit APBN perubahan lanjutnya mencapai Rp 400 miliar lebih yang berasal dari kebutuhan belanja wajib untuk OPD sebesar Rp 394 miliar lebih dan Rp11 miliar.

“Berdasarkan audit BPK kita masih defisit sebesar Rp 11 miliar lebih kemudian ditambah dengan kebutuhan belanja wajib OPD Rp 394 milyar. Sehingga total keseluruhan defisit kita pada APBD perubahan ini sekitar Rp 400 miliar lebih,” ungkapnya.

Melihat kondisi tersebut Ruslan pun menyarankan kepada Pemprov NTB untuk mengambil pinjaman untuk menutupi defisit tersebut. Jika tidak maka keuangan pemerintah daerah terancam bangkrut.

Oleh karenanya, menurut dia, ada dua cara menutupi ini. Pertama meningkatkan asumsi pendapatan. Namun ia menilai dengan kondisi sekarang itu sangatlah sulit dan tidak memungkinkan.

“Cara kedua yakni yang kita sarankan untuk mencari pinjaman dan itu dibolehkan oleh undang-undang kita dalam rangka menutupi kebutuhan kita,” ucapnya.

Bagi Ruslan, besaran kebutuhan pinjaman yang realistis yakni sebesar Rp 750 miliar. Angka tersebut sudah termasuk untuk pembiayaan program percepatan jalan yang sudah mulai berjalan.

“Kalau ditambah dengan kebutuhan untuk penuntasan percepatan jalan, yang paling pas kita pinjam itu sekitar Rp 750 miliar. Kalau tidak pinjam APBD kita sekarat, karena ada belanja wajib yang harus di biayai,” tutup dewan 5 periode ini. (Iba)