Ketua Komisi III DPRD NTB sepakat potong Pokir 20 persen untuk bayar utang

Ilustrasi Utang Daerah. (Dok. Istimewa).

Mataram (Detiktntbcom) – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Nusa Tenggara Barat bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) sepakat memotong Pokok Pikiran Rakyat (Pokir) sebanyak 20 persen untuk membayar hutang tahun 2021 kepada rekanan dan para UMKM sekitar Rp 227,6 Miliar yang dalam Mei mendatang harus dibayarkan.

“Kita sudah sepakat beberapa kegiatan anggota DPRD NTB itu digeser untuk membayar hutang yang tersisa tahun 2021, yang sudah ditetapkan dalam Perda APBD 2022,” ungkap Ketua Komisi III DPRD NTB, TGH Mahali Fikri, Selasa 12 April 2022.

gambar Iklan

Mahali menyampaikan, hutang Pemda tahun 2021 belum ada sumber untuk membayarkan para rekanan dan UMKM, sehingga dipinjam Pokir Dewan sekitar 20 persen untuk membayar. Pokir dewan yang tadinya Rp 110 miliar akhirnya disetujui Rp 67 miliar dari hasil pertemuan pimpinan dewan dengan TAPD. Sisanya akan disisir dari anggaran daerah yang dikelola Pemprov NTB.

Mahali sangat optimis hutang Pemerintah Daerah itu bisa dibayarkan semuanya, tergantung ruang pendapatan, dan ada potensi dari pajak kendaraan bermotor, PKB yang belum maksimal penagihan sekitar 60 persen.

“Kita bantu pemerintah dengan mendorong pajak kendaraan bermotor dan sewa aset dibayar supaya bisa membayar hutang kepada pihak ketiga sebesar Rp 227,6 Miliar,” ujarnya.

Disinggung adanya rencana Refocusing. Mahali menegaskan, Refocusing itu istilahnya menggeser saja. Yang menjadi persoalan yakni hutang itu tidak ada sumber dana untuk membayar sehingga uang yang ada digeser untuk bayarnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD NTB bidang keuangan, Mori Hanafi menegaskan bahwa APBD NTB sedang sakit. “APBD kita dalam kondisi kurang sehat,” tegasnya.

Mori membuka lebar tanggungan hutang kepada pihak ketiga sebesar Rp 227,6 Miliar yang dalam Mei mendatang harus dibayarkan. Jumlah itu dilihat dari keseluruhan APBD NTB yang bermasalah sebesar 5 persen. Hutang ini muncul karena pemerintah pada akhir Desember 2021 lalu tidak punya cukup uang membayar seluruh kegiatan.

Mori menyebut penyebab berkurangnya pendapatan daerah di tahu 2021 itu pertama Transfer Dana Alokasi Umum dari pemeintah pusat jauh berkurang. Kedua, Pemprov NTB punya beban 8 persen dari DAU khusus untuk vaksinasi. Sebetulnya vaksin itu gratis dari pemerintah pusat namun Pemprov perlu menanggulangi honor vaksinator, kebutuhan distribusi dan lainnya. Penyebab ketiga daya beli masyarakat lemah. Salah satu potensi pajak yang bisa menyumbang PAD mencapai ratusan Milyar dari pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Faktanya pendapatan dari BBNKB menurun.

“Orang yang mampu beli mobil ini turun drastis. Penyebab secara keselurhan PAD Pemprov NTB sangat sulit bisa di optimalkan,” sebutnya.

Mori mengaku idealnya untuk menyatakan Pemprov ada hutang berdasarkan hasil audit BPK tetapi didalam aturan Inspektorat juga boleh menyatakan adanya hutang tersebut berdasarkan pendalamannya. Sehingga itu cukup dijadikan dasar untuk pemerintah segera mencari cara untuk melakukan pembayaran. (Iba)