Gubernur didesak berikan SHM ke warga Gili Trawangan, menolak tanda tangan HGB

Seorang warga Gili Trawangan, Hasan Basri, tengah menyampaikan aspirasi di hadapan Gubernur NTB Zulkieflimansyah menolak untuk menandatangani HGB dan memberikan hak milik kepada warga masyarakat Gili Trawangan atas tanah Pemprov NTB seluas 65 HA, Selasa (11/1) di Gili Trawangan Lombok Utara.

Mataram (Detikntbcom) – Pasca pemutusan kontrak hak pengelolaan PT Gili Trawangan Indah (GTI) oleh pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi NTB bergegas mengatur ulang mekanisme pengelolaan tanah miliknya di Gili Trawangan seluar 65 HA.

Hari ini, Selasa (11/1) pagi, Gubernur NTB Zulkieflimansyah bersama rombongan bertolak ke Gili Trawangan menyaksikan penandatanganan pengelolaan aset milik Pemprov dengan status Hak Guna Bangunan.

gambar Iklan

Menurut pengakuan Warga, hanya 36 warga dan pengusaha yang menandatangani HGB dan bersedia membayar royalti kepada Pemprov NTB melalui BPKAD sesuai luas tanah yang dikelolanya dari sekitar 700 kepala keluarga yang ada di Gili Trawangan Desa Gili Indah Kecamatan Pemenang Kabupaten Lombok Utara.

Salah satu warga, Hasan Basri, menyampaikan penolakannya terhadap penandatanganan HGB di hadapan Gubernur NTB dan meminta lahan yang mereka tempati selama 20 tahun menjadi hak milik.

“Bagi saudara-saudara yang menginginkan surat hak mutlak sebagai hak milik siapa angkat tangan semua, apakah kita mau SHM, sekali lagi apakah kita mau SHM?,” tanya Hasan kepada warga di atas panggung disaksikan Gubernur NTB dan sejumlah pihak.

Namun Gubernur langsung memotong aspirasi Hasan bersuara lantang di atas panggung tersebut.

Tidak berhenti di situ, setelah dirangkul dan berada di samping Gubernur, Hasan melanjutkan aspirasinya. Bahwa pembayaran royalti pemanfaatan lahan hingga ratusan juta kepada Pemprov NTB.

“Jujur saja ini sangat membebani kami pak Gubernur,” ungkapnya.

Sementara warga lain, Nurbaya Sari juga menyatakan hal yang sama. Sebab dari 700 KK yang mendiami Gili Trawangan mayoritas menolak untuk menandatangani HGB dan memint untuk memberikan hak milik atau SHM.

“Dari kurang lebih 700 KK di Gili Trawangan terkait penandatanganan kontrak kerja dengan Pemrov NTB ini, baru kurang lebih 70 orang yang tanda tangan dan itu pun kerana dipaksa dan dalam keadaan intimidasi,” ungkap aktivis perempuan ini saat dikonfirmasi.

Dalam video yang beredar ungkapnya, terlihat nada-nada pengancaman untuk masyarakat. Jika tidak menandatangani maka akan digusur dan dipidanakan. cara-cara seperti ini katanya, tidak semestinya dilakukan pemerintah terhadap masyarakat kecil di Gili Trawangan.

“Artinya masyarakat tidak pernah dianggap keberadaannya oleh pemerintah walaupun mereka juga lahir di tanah Gili Trawangan . Kita ini hidup di negara hukum dan sumber dari sgala sumber hukum itu adalah masyarakat. Kenapa pemerintah harus menindas masyarakat dengan cara-cara memaksa dan mengancam seperti itu,” ungkapnya.

Menurutnya, mau pejabat mau masyarakat di mata hukum harus sama. Dirinya dan warga Gili Trawangan merupakan warga negara dan berhak berpendapat dan menuntut hak-haknya sebagai warga negara untuk mendapat perlindungan bukan malah ditindas.

“Terkait HGB ini sebagian besar masyarakat Gili menolak dan menuntut SHM. Kenapa, masyarakat sudah menempati puluhan tahun dan bahkan mereka dulu yang membuka lahan tersebut dan lahir di sana. amanat undang-undang itu masyarakat berhak mengajukan SHM bukan HGB,” pungkasnya.

Sementara Gubernur NTB Zulkieflimansyah atau kepala BPKAD NTB masih berupaya untuk dikonfirmasi. (Iba)