Mataram (Detikntbcom) – Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat Sungarpin, akan menindaklanjuti kasus dugaan korupsi Wakil Bupati Lombok Utara, Danny Karter Febrianto (DKF) yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam proyek pembangunan penambahan ruang IGD dan ICU RSUD setempat pada tahun anggaran 2019.
Sungarpin mengatakan, akan pelajari dan teliti berkas perkara dugaan Korupsi Wabup Lombok Utara dibantu Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) dan Wakil Kajati Eben Saribanon.
“Kita pelajari dan teliti perkaranya termasuk perkembangan kasus itu,” ungkapnya saat silaturahim ke pimpinan DPRD NTB, Senin 14 Maret 2022.
Sebagai pejabat baru lanjutnya, jelas akan pelajari dan teliti perkara tersebut. Karena tidak boleh perkara terlalu lama mengendap, meskipun ada SOP, tapi tidak mengikat bunyinya sekian bulan.
“Sejauh mana perkara itu. Ada buk Wakajati dan Aspidsus yang baru akan membantu untuk menindaklanjuti,” katanya.
Danny ditetapkan sebagai tersangka pada pada Kamis 23 September 2021, pada proyek ini berperan sebagai konsultan pengawas dari CV Indo Mulya Consultant karena diduga memuluskan kedua proyek bermasalah itu sehingga proyeknya dibayar lunas yang menimbulkan kerugian negara mencapai Rp1,75 miliar.
Selain DKF, Kejati NTB turut menetapkan empat tersangka lain, yakni mantan Direktur RSUD Lombok Utara berinisial SH; pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek HZ; kuasa Direktur PT Batara Guru, MF; dan Direktur CV Indo Mulya Consultant.
Akan tetapi, hingga saat ini penetapan Danny sebagai tersangka atas dugaan korupsi itu masih misteri, karena belum dilakukan pemanggilan untuk dimintai keterangan oleh penyidik Kejati NTB.
Pejabat sementara Kasi Penkum Kejati NTB, Supriadin menjelaskan, hingga saat ini pemeriksaan terhadap tersangka Wakil Bupati Lombok Utara Danny Karter Febrianto belum terjadwal. Sementara, para tersangka lainnya sudah diperiksa.
Untuk diketahui, proyek yang menyeret Wakil Bupati Lombok Utara yaitu penambahan ruang IGD dan ICU oleh PT Batara Guru Group ini dikerjakan dengan nilai Rp5,1 miliar. Dugaan korupsinya muncul usai pemerintah memutus kontrak proyeknya di tengah progres pengerjaan.
Selanjutnya, untuk kasus dugaan korupsi pada proyek penambahan ruang operasi dan ICU oleh PT Apro Megatama dengan nilai pekerjaan sebesar Rp6,4 miliar, ditetapkan empat tersangka.
Mereka adalah mantan Direktur RSUD KLU, SH; pejabat pembuat komitmen, EB; kuasa Direktur PT Apro Megatama, DT; dan Direktur CV Cipta Pandu Utama, DD. Mantan Direktur (RSUD) menjadi tersangka dalam dua proyek.
Dalam kasus ini dugaan korupsinya muncul karena pengerjaannya molor hingga menimbulkan denda. Hal itu pun mengakibatkan muncul kerugian negara berdasarkan hasil audit sebesar Rp742,75 juta.
Hingga berita ini dipublish, belum ada tanggapan dari tersangka Wakil Bupati KLU. (Iba)