Komisi I DPRD nilai lucu pemanggilan Najamuddin Mustafa oleh Kejati NTB

Ketua Komisi I DPRD NTB (tengah) Sirajuddin, Wakil Ketua Abdul Hafid dan anggota Komisi TGH Najamuddin Mustafa.

Mataram (Detikntbcom) – Pemanggilan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Nusa Tenggara Barat (DPRD NTB) Najamuddin Mustafa oleh Aspidsus Kejati NTB dinilai lucu oleh Ketua Komisi I Syirajuddin.

“Pemanggilan itu tidak resmi, maka hasilnya juga tidak resmi. Maka saya anggap pemanggilan itu lucu sekali,” kata Anggota Dewan dari Dapil VI Bima Dompu ini, Kamis 21 Juli 2022 di Mataram.

Diterangkan Ketua Komisi Bagian Hukum dan Pemerintahan ini bahwa pemanggilan pejabat negara harusnya melalui pemanggilan resmi bukan melalui pemanggilan yang tidak resmi.

Yang pasti katanya, pemanggilan itu harus atas persetujuan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). “Itu menurut aturan UU MD3. Kecuali tangkap tangan,” terangnya.

“Yang pasti mekanisme pamanggilan instrumen negara harus melalui pemanggilan resmi, artinya pemanggilan ini tidak boleh dilakukan oleh APH tanpa adanya surat pemanggilan resmi apalagi ini menyangkut pejabat negara,” jelasnya.

Jika Najamuddin Mustafa dipanggil, maka menurutnya harus juga dipanggil pihak terkait lainnya seperti Gubernur NTB dan Ketua PKB, bukan justru pilih kasih.

Kemudian, jika hal itu dianggap serius dan dianggap sebagai sebuah dugaan gratifikasi maka kejaksaan harus mendalaminya. “Jangan dipanggil hanya satu pihak saja, supaya terang ini barang,” ujarnya.

Oleh karena itu, kejaksaan harus arif dan bijaksana dalam menangani perkara hukum apalagi menyangkut pejabat negara. “Kami komisi I meminta kepada Kejati NTB untuk menegakkan aturan yang sudah ditetapkan. Harus lebih Arif dan bijak,” kata Wakil Ketua komisi I Abdul Hafid di Mataram.

Sebelumnya beredar surat kuasa tagihan utang Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Zulkieflimansyah kepada Ketua DPW Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) NTB Hadrian Irfani melalui pemberian kuasa penagih utang yakni anggota DPRD NTB Najamuddin Moestafa senilai Rp 1,45 miliar viral di media sosial.

Gubernur NTB Zulkieflimansyah mengaku bahwa utang Ketua DPW Partai PKB tersebut bukanlah masalah apa-apa. Dia mengaku bahwa beredarnya surat kuasa utang di media sosial itu dinilai sangat politis.

“Yang bersangkutan (Ketua DPW Partai PKB NTB Hadrian Irfani) bukan masalah apa-apa. Itu ada yang ribut. Iya itu sangat politislah. Saya sama ketua PKB itu tidak ada masalah apa-apa. Kita masing-masing sudah ngobrol kok,” kata Gubernur, Jumat 22 Juli 2022 seperti dilansir dari Detikcom.

Menurutnya surat kuasa yang diberikan Zul ke anggota DPRD NTB Najamuddin Moestafa itu semata-mata hanya untuk menagih utang kepada Ketua DPW Partai PKB.

“Iya itu cuma ada surat kuasanya. Ya wajar kita ada yang mau menagih ya kita tanda tangan saja,” katanya.

Masih dilansir dari Detikcom, Kepala Kejaksaan Tinggi NTB Sungarpin mengatakan pihaknya telah memanggil anggota DPRD NTB Najamuddin Moestafa pada, Selasa (19/7/2022) lalu untuk dimintai keterangan terkait beredarnya surat kuasa tagihan utang piutang ketua DPW Partai PKB ke Gubernur NTB Dr Zulkieflimansyah.

“Jadi gini, kami mengundang saudara (Najamuddin Moestafa) masih sebatas ingin klarifikasi. Tidak ada apa-apa. Hanya saja saya ingin tahu karena beritanya simpang siur di media sosial,” kata Sungarpin.

Dalam masalah surat kuasa utang piutang yang beredar lanjut Sungarpin, Kejaksaan NTB pada dasarnya hanya sebatas untuk mengetahui jenis hutang apa yang ditagih Gubernur NTB melalui anggota DPRD NTB Najamuddin Moestafa kepada ketua DPW Partai PKB Hadrian Irfani.

“Jadi masih simpang siur. Jadi kalau orang dipanggil itu belum tentu jadi tersangka jadi terdakwa atau terpidana. Belum tentu ya,” katanya.

Sungarpin pun mengaku pemanggilan anggota DPRD NTB Najamuddin Moestafa yang diberikan kuasa menagih utang kepada Ketua DPW Partai PKB Hadrian Irfani hanya sebatas wawancara biasa.

Adapun tujuan pemanggilan Kepala Kejaksaan NTB memanggil anggota DPRD NTB Najamuddin Moestafa semata-mata untuk memastikan masalah utang Ketua DPW Partai PKB untuk memastikan apa yang beredar di media sosial.

“Jadi ada yang mengatakan itu adalah gratifikasi ada juga yang mengatakan itu utang piutang. Jadi gitu ya. Jadi masih kita dalami ya,” pungkas Sungarpin.

Diketahui, pemberian kuasa pengambilan dana tersebut tertuang dalam surat kuasa Nomor 388/W/Not/VII/2018 yang ditandatangani di hadapan notaris Ali Masadi di Kabupaten Lombok Timur, tertanggal 9 Juli 2018.

Dalam surat itu, posisi Zulkieflimansyah sebagai pemberi kuasa, masih berstatus anggota DPR RI. Adapun penerima kuasa, Najamuddin Moestafa, tertulis bekerja sebagai petani. Informasi soal surat tersebut sudah tersebar luas hingga viral di media sosial. (Iba)