Made Slamet Soal Kenaikan Harga Beras: Jangan Sampai Beras Kita keluar Semua

Anggota Komisi II DPRD NTB Made Slamet. (Iba)

Detikntbcom – Beras merupakan bahan kebutuhan pokok yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat, namun akhir – akhir ini harganya mengalami kenaikan, saat ini harganya di kisaran Rp 16.000 – 17.000/kg.

Tingginya harga beras ini menjadi keluhan masyarakat. Padahal NTB diketahui sebagai daerah lumbung pangan nasional, tetapi harga beras di dalam daerah belum bisa ditekan.

Anggota Komisi II bidang perekonomian DPRD NTB Made Slamet mengatakan, NTB menjadi daerah lumbung pangan saja kondisinya seperti ini, apalagi daerah lain. Tentunya dalam hal ini pemerintah dan stakeholder terkait harus mengambil langkah agar tidak terjadi hal serupa.

Pasalnya, tingginya harga beras beberapa kali terjadi di daerah lumbung pangan ini, yang mana seharusnya dapat teratasi. “Karena kita lumbung pangan, beras ini kan barang bebas, sehingga dinas terkait harus mengambil kebijakan strategis. Termasuk satgas pangan semua ini harus bergerak mengambil kebijakan, agar jangan sampai beras kita keluar semuanya, nanti ini seperti tikus mati dalam lumbung sendiri,” ujarnya, Rabu 6 Maret 2024 di Mataram.

Baca juga: Sekretariat DPRD NTB Gelar Jumat Salam di Desa Aikmel Lotim, Kades Sampaikan Sejumlah Aspirasi

Menurutnya, untuk menjaga ketersedian dan stabilisasi harga di dalam daerah, barang seperti beras ini harus ditekan pengiriman keluarnya agar di daerah tidak mati di lumbung pangan sendiri. Selain itu, keanekaragaman pangan harus ditingkatkan.

“Kampus kita Unram sudah menemukan beras dari umbi-umbian. Semestinya itu didorong, sudah temukan inovasi seperti itu. Ya didorong dong,” ujarnya.

Tingginya harga beras saat ini dinilai merupakan buatan pemerintah agar membuka kembali impor beras. Mengingat, Indonesia sebelumnya sudah pernah mengimpor beras untuk memenuhi kekurangan stok. “Kalau sudah impor urusannya fee atau cuan,” katanya.

Sebelumnya, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) NTB Wahyudin mengatakan, pada Januari-Februari 2024 produksi gabah dan beras hanya sebagian kecil di wilayah tertentu di NTB, sehingga potensi produksinya tidak banyak. Padahal di Januari, Februari sampai Maret potensinya untuk menambah produksi.

Namun melihat kondisi cuaca kemarau panjang membuat masa tanam mundur. “Jadi Januari Februari memang kecil, dengan demikian produksi dengan pasti berkurang dari kebutuhan. Tetapi kami masih punya stok, stok produksi yang lama, yang dari kegiatan dari penanaman sebelumnya. Stok itu ada Dimana? Ada di Bulog dan sebagian di pedagang-pedagang pengepul itu,” ujarnya. (Iba/st)