Pledoi Mantan Sekda NTB Rosiady Sayuti: Tak Ada Dana Publik, Tak Ada Kerugian Negara

Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi NTB, Rosiady Husaenie Sayuti usai menyampaikan pledoi atau nota pembelaannya dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pembangunan Nusa Tenggara Barat Convention Center (NCC) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram, Senin (6/10/2025). (Iba)
Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi NTB, Rosiady Husaenie Sayuti usai menyampaikan pledoi atau nota pembelaannya dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pembangunan Nusa Tenggara Barat Convention Center (NCC) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram, Senin (6/10/2025). (Iba)

Detikntbcom – Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi NTB, Rosiady Husaenie Sayuti, menyampaikan pledoi atau nota pembelaannya dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pembangunan Nusa Tenggara Barat Convention Center (NCC) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram, Senin (6/10/2025).

Dalam pembelaannya, Rosiady menegaskan bahwa perkara yang menjerat dirinya tidak memenuhi unsur tindak pidana korupsi, karena tidak ada satu rupiah pun uang negara yang digunakan dan tidak ada kerugian keuangan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tipikor.

“Dari seluruh fakta persidangan, tidak ada indikasi perbuatan melawan hukum. Kalaupun ada kekeliruan, itu bersifat administratif, bukan pidana. Semua pembangunan dilakukan oleh pihak PT Lombok Plaza tanpa dana APBD maupun APBN,” tegas Rosiady di hadapan majelis hakim.

Proyek Investasi Swasta, Bukan Dana Publik

Rosiady menjelaskan, proyek NCC dilaksanakan melalui skema Bangun Guna Serah (BGS), di mana pihak swasta membangun fasilitas di atas lahan pemerintah daerah dan akan menyerahkannya kembali setelah masa kerja sama berakhir pada tahun 2046.

“Perjanjian kerja sama ini sah secara hukum dan masih berlaku. Jika ada perbedaan nilai kontribusi, hal itu masih dapat dikoreksi selama masa kerja sama. Karenanya, tidak pantas perkara administratif dijadikan perkara pidana,” ujarnya.

Ia menilai, penegakan hukum yang keliru terhadap kebijakan administratif justru berpotensi menghambat investasi dan menurunkan kepercayaan investor di daerah.

“Jika kebijakan publik dijerat pidana, maka pejabat akan takut bekerja, dan investor akan berpikir ulang menanamkan modal. Yang rugi bukan saya, tapi masyarakat NTB. Ini bertentangan dengan semangat Presiden Prabowo Subianto yang mendorong kemitraan pemerintah dan swasta untuk mempercepat pembangunan nasional,” kata Rosiady.

Fakta Persidangan: Tidak Ditemukan Kerugian Negara

Selama lebih dari 20 kali sidang, berbagai saksi dan ahli dihadirkan dan sepakat bahwa tidak ada kerugian negara dalam proyek NCC.

Ahli keuangan negara Dr. Eko Sembodo menjelaskan bahwa tidak ada uang negara yang digunakan dalam proyek tersebut.

“Kerugian negara harus nyata dan tercatat dalam neraca keuangan negara. Jika tidak tercatat, itu bukan uang negara,” tegasnya.

Sementara itu, ahli hukum pidana Dr. Chairul Huda menyatakan kasus ini tidak bisa dijerat dengan pasal korupsi, sebab negara justru menerima manfaat berupa dua bangunan baru yaitu Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) dan PKBI.

“Negara tidak mengeluarkan uang, malah menerima aset. Jika ada perbedaan nilai, itu urusan administrasi, bukan pidana,” ungkapnya.

Kesaksian senada disampaikan mantan Gubernur NTB, TGB Zainul Majdi, yang menegaskan bahwa pembangunan NCC sepenuhnya dibiayai pihak swasta, tanpa aliran dana kepada pejabat pemerintah mana pun.

Harapan Rosiady: Keadilan Berdasarkan Fakta, Bukan Persepsi

Menutup pledoinya, Rosiady berharap majelis hakim dapat menjatuhkan putusan yang berpihak pada kebenaran dan keadilan.

“Saya berharap majelis hakim menyimak dengan hati yang jernih dan kepala dingin. Semoga keputusan nanti adalah yang terbaik. Saya berdoa agar Allah SWT memberi takdir terbaik bagi saya, agar saya bisa kembali mengajar dan mencerdaskan generasi muda,” tuturnya dengan nada haru.

Ia juga menyampaikan terima kasih kepada masyarakat NTB yang terus memberikan dukungan moral selama proses persidangan berlangsung.

“Doa dan dukungan masyarakat menjadi kekuatan saya. Saya yakin suara kebenaran itu juga sampai ke majelis hakim,” katanya.

Kuasa Hukum: Unsur Tindak Pidana Tidak Terpenuhi

Penasihat hukum Rosiady, Rofiq Ashari, S.H., menegaskan bahwa perkara ini secara yuridis tidak memenuhi unsur tindak pidana korupsi.

“Tidak ada kerugian negara, tidak ada niat jahat (mens rea), dan tidak ada aliran dana ke pihak mana pun. Berdasarkan fakta-fakta persidangan, jelas perkara ini bukan tindak pidana korupsi,” tegasnya.

Menurutnya, jika hukum pidana digunakan untuk menjerat keputusan administratif, maka keberanian pejabat publik untuk mengambil kebijakan akan lumpuh.

“Kalau kebijakan publik selalu dikriminalisasi, yang akan hancur bukan hanya individu, tapi sistem birokrasi dan semangat kerja aparatur negara,” ujarnya.

Ujian Integritas Hukum di NTB

Kasus NCC kini menjadi ujian moral dan integritas hukum di NTB. Publik menantikan apakah majelis hakim akan menegakkan keadilan berdasarkan fakta, atau mempertahankan tafsir hukum yang kaku.

Forum akademisi, praktisi hukum, dan masyarakat sipil berharap, putusan yang akan datang menjadi preseden positif bahwa hukum tidak boleh digunakan untuk mengkriminalisasi kebijakan publik yang justru memberi manfaat bagi pembangunan daerah. (Iba)