Mataram (Detikntbcom) – Beredar sebuah foto terlapor Direktur Logis NTB Fihiruddin memenuhi panggilan penyidik Subdit V Ditreskrimsus Polda NTB pada hari ini, Senin 21 November 2022.
Terlapor terlihat mengenakan baju putih dan bercelana hitam bersama seorang lagi berjas hitam sedang duduk di ruang tunggu Subdit V, setelah sebelumnya terlapor diduga tidak menghadiri panggilan penyidik Polda NTB.
Informasi yang diperoleh media ini, terlapor sudah dua kali dipanggil sebagai saksi atas dugaan penyebaran informasi bohong atau hoax.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polisi Daerah Nusa Tenggara Barat (Kabid Humas Polda NTB) Kombes Pol Artanto dikonfirmasi media ini, apakah kehadiran terlapor tersebut sudah ditetapkan tersangka, Artanto belum bisa memberikan penjelasan.
Hanya saja pihaknya masih mengecek dulu ke penyidik Ditreskrimsus Polda NTB. “Saya cek dulu,” katanya singkat.
Sebelumnya, Direktur Logis NTB Fihiruddin dilaporkan oleh lembaga DPRD NTB atas dugaan pelanggaran UU ITE terhadap lembaga DPRD NTB dengan mempertanyakan adanya sejumlah oknum wakil rakyat terciduk saat melakukan kunjungan di Jakarta disertai dengan ungkapan azas partai sejumlah oknum tersebut.
Selain itu, pihaknya juga diduga mengungkap sejumlah oknum anggota DPRD tersebut ditebus atau di-86-kan di lokasi. Masing-masing per satu oknum anggota dari tiga oknum itu menyodok petugas dengan Rp150 juta rupiah per orang.
Hingga lembaga DPRD NTB secara kelembagaan ditanda tangani empat pimpinan DPRD melakukan somasi terhadap terlapor. Namun somasi tersebut tidak digubris.
“Saya tidak pernah menyebut oknum ini, partai ini, ndak ada. Kenapa sih harus saling lempar segala macam. Emang saya takut dengan somasi ini? Ndak ada bos,” ujar Fihir dilansir dari Garda Askota baru-baru ini.
Ia menegaskan, dirinya tak akan surut sedikitpun mesti telah menerima surat somasi.
Seyogyanya, kata Fihir untuk membantah dugaan tersebut, pihak DPRD NTB sesegera mungkin melakukan tes urine, tes rambut, atau tes darah.
Fihir pun mempertanyakan sejak kapan DPRD NTB menjadi lembaga yang anti- kritik.
Seharusnya, selaku wakil rakyat, lembaga DPRD NTB terbuka terhadap apapun yang menjadi pertanyaan publik.
“Jadi begini, sejak kapan lembaga dewan itu harus tertutup dari kritik publik. Pimpinan dewan meminta saya melaporkan secara personal, terkait siapa oknum itu dan kabar itu saya dapat darimana. Kalau begitu caranya dewan ini sudah anti kritik. Masa saya harus ke kantor dewan dan berbisik ke mereka, ini sudah zaman keterbukaan,” papar Fihir. (Iba)