Dewan Desak Gubernur Ganti Ketua Pansel Bank NTB Syariah Terseret Dugaan Korupsi Masker

Anggota Komisi III DPRD NTB Muhammad Aminurlah. (Iba)
Anggota Komisi III DPRD NTB Muhammad Aminurlah. (Iba)

Detikntbcom – Gubernur Nusa Tenggara Barat Lalu Muhammad Iqbal diminta untuk mengganti ketua panitia seleksi (Pansel) Bank NTB Syariah. Sebagai pemilik saham pengendali (PSP), Iqbal diminta punya hak untuk mengganti Pansel yang bermasalah terutama Wirajaya Kusuma (WK).

Diketahui, WK yang juga Kepala Biro Ekonomi Sekretariat Gubernur NTB terseret kasus pengadaan masker covid-19 oleh Pemprov NTB tahun 2020 dan sudah ditetapkan tersangka oleh Polresta Mataram. Saat itu, WK menjabat sebagai Kepala Dinas Koperasi dan UMKM NTB.

Baca juga: Kasus Korupsi Masker 2020 Seret 6 Tersangka, Ada Pejabat Pemprov NTB-Mantan Wabup?

“Harus segera diganti (Ketua Pansel). Bila perlu dihentikan sementara kerja Pansel,” kata Anggota Komisi III DPRD NTB Muhammad Aminurlah pada, Jumat 2 Mei 2025 di Mataram.

Pihaknya mempertanyakan alasan Gubernur NTB Iqbal bersama para pemegang saham menunjuk WK sebagai ketua pansel. Padahal, publik telah mengetahui, nama yang bersangkutan sudah lama dikaitkan dengan dugaan kasus korupsi yang ditangani Polresta Mataram tersebut.

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu menuturkan, kualifikasi penentuan pansel tidak boleh parsial. Tidak ada keharusan bagi gubernur untuk menunjuk yang bersangkutan (sebagai ketua pansel) hanya karena ia merupakan Kepala Biro Perekonomian Setda NTB.

Menurut Anggota DPRD asal Dapil VI NTB itu, diperlukan analisa yang lebih mendalam dan komprehensif. Terutama menilik rekam jejak dan integritas.

“Ini kelemahan daripada pimpinan daerah. Tidak melihat rekam jejak dan integritasnya, padahal yang terpenting itu ini (integritas). Baru kemampuan dan jabatan yang sedang diemban. Jangan melihat dari satu sisi saja,” jelas pria yang akrab disapa Aji Maman itu.

Lebih jauh, Aji Maman mengaku, pihaknya di Komisi III DPRD NTB tidak pernah diajak bicara ihwal pembentukan pansel. Padahal menurutnya, masukan dari DPRD, wabil khusus komisi III amat penting. Terutama untuk mengawal dan mempertanggungjawabkan kepada publik seluruh proses yang dilakukan pansel. “Tidak pernah diajak bicara,” jelasnya.

Dari sisi moralitas, posisi ketua pansel Bank NTB Syariah yang kini terseret kasus hukum bisa dicap buruk oleh publik. Termasuk juga, bisa berdampak kepada dipersoalkannnya produk kerja pansel.

“Ini kan bisa jadi kegagalan pemerintah daerah (eksekuti). Kalau pemerintah daerah gagal ya DPRD juga sebetulnya gagal. Terutama di soal pengawasan,” tukas Aji Maman.

Diberitakan sebelumnya, Polresta Mataram menetapkan enam tersangka dugaan korupsi pengadaan masker Covid-19 tahun 2020. Informasinya, penyidik menetapkan enam orang tersangka. Para tersangka ini mayoritas pejabat Pemprov NTB. Kepastian itu disampaikan Kepala Satreskrim Polresta Mataram AKP Regi Halili pada.“Iya (penetapan tersangka) dan segera kami akan panggil (untuk pemeriksaan),” kata Regi, Rabu 30 April 2025.

Kendati demikian, Regi masih enggan untuk menyampaikan gamblang nama-nama para tersangka. Termasuk juga peran masing-masing dalam kasus yang dimaksud. “Nanti kalau itu ya,” bebernya.

Pada periode Maret yang lalu, Polresta Mataram juga telah mempublikasikan enam inisial calon tersangka kasus korupsi masker covid-19 di lingkup Dinas Koperasi dan UMKM tahun 2020.

Enam calon tersangka tersebut adalah WK, K, CT, MH, RA, dan DU. Ke enamnya adalah pejabat publik pada lingkup pemprov NTB.

WK diketahui merupakan Ketua Panitia Seleksi (Pansel) Direksi Bank NTB Syariah. Mantan Kadis Koperasi dan UMKM NTB ini menjadi terperiksa bersama Mantan Wakil Bupati (Wabup) Sumbawa, DN yang saat itu menjabat sebagai Tata Usaha BPKAD NTB.

Beberapa yang lain di antaranya pernah menjabat sebagai Kepala Dinas (Kadis), Kepala Bidang (Kabid), hingga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di lingkup Pemprov NTB.

Penyidik menerapkan pasal 2 dan atau pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Untuk menentukan kerugian negara, penyidik sudah berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB, yang menemukan total kerugian negara sebesar Rp1,58 miliar.

Pengadaan masker covid-19 periode 2020 ini menggunakan dana pusat senilai Rp12,3 miliar. Angka itu dari hasil kebijakan refocusing anggaran di masa pandemi. (Iba)